$elamat Datang Para Pemenang Kehidupan

KETIKA ANDA BELUM MENEMUKAN SESUATU YANG TERBAIK MAKA LAKUKANLAH APA YANG ANDA JALANI SEKARANG DENGAN CARA YANG BAIK



Senin, 31 Mei 2010

Perkawinan Hindu di Bali, Sebuah Pengamatan Empirik

Dikemukakannya perkawinan umat Hindu di Bali dalam tulisan ini, sebagai dimaklumi bahwa mayoritas (lebih dari 93,5 %) penduduk Bali menganut agama Hindu, dengan demikian pengamatan terhadap perkawinan di daerah ini merupakan hal perlu untuk dipertimbangkan. Umat Hindu di daerah lainnya di Indonesia menempati posisi minoritas, walaupun ada beberapa daerah lainnya di luar pulau Bali, namun posisi mereka tidak dalam satu etnis, sehingga perkawinanHindu di daerah tersebut tampak mendapat pengaruh dari budaya setempat.

Berdasarkan pengamatan sejak beberapa tahun terakhir terjadi pergeseran utamanya dalam sistem atau jenis perkawinan, sedang acara ritual (upacara agama Hindu) tidak begitu menampakkan perubahan. Sebelum tahun 1960-an, ketika baru beberapa tahun Indonesia merdeka, masih ditemukan sistem perkawinan yang mendekati sistem perkawinan Raksasa dan Paiúaca seperti diuraiakan di atas. Pada masa itu, walaupun tidak banyak dapat ditemukan sistem perkawinan yang disebut ‘Mlagandang’, ‘Mrekunung’ dan ‘Mrekopong’, yakni perkawinan dengan memaksa mempelai perempuan, melarikan, memperkosa, membuat mabuk dan tidak berdaya dan bahkan dengan ancaman akan dibunuh oleh calon mempelai laki-laki bersama keluarganya. Setelah tahun 1960, didukung pula pendidikan masyarakat yang semakin maju dan diikuti dengan penegakkan hukum dan perundang-undangan, kasus-kasus semacam itu tidak tampak lagi terjadi.

Di Bali dikenali dengan tiga jenis atau sistem perkawinan, yaitu perkawinan meminang (Mapadik/Ngidih), kawin selarian (Ngelayat atau Ngerorod) dan perkawinan Nyentana atau Nyeburin. Berikut diuraikan masing-masing jenis perkawinan tersebut.


1) Mapadik/Ngidih adalah perkawinan meminang yang dilakukan oleh keluarga calon mempelai laki-laki yang datang meminang ke rumah calon mempelai perempuan. Meminang dapat dilakukan bila telah ada kesepakatan antara kedua calon mempelai dan keduanya saling mencintai serta pelaksanaannya keluarga mempelai laki-laki diminta secara formal pada hari yang dianggap baik untuk meminang selanjutnya dilakukan upacara perkawinan (Saýskaravivàha) sesuai dengan ketentuan dalam agama Hindu. Kini perkawinan meminang ini merupakan hal yang umum dan lumrah dilakukan oleh seluruh kalangan masyarakat.


2) Ngelayat/Ngerorod. Perkawinan selarian atau sering disingkat kawin lari dimaksudkan bahwa kedua calon mempelai atas dasar saling mencintai sepakat untuk lari bersama-sama ke rumah pihak ketiga untuk melakukan perkawinan. Oleh keluarga pihak ketiga dipermaklumkan kepada orang tua gadis dan orang tua calon mempelai laki-laki bahwa akan dilangsungkan upacara perkawinan. Perkawinan ini semacam katup pengaman bagi perkawinan yang tidak mendapast restu oleh orang tua mempelai perempuan. Di masa lalu keluarga-keluarga tertentu merasa lebih bermartabat bila menempuh perkawinan ini, karena bila meminang, terasa kehormatan keluarga laki-laki direndahkan, di samping dari segi pembiayaan perkawinan ini lebih sedikit menghabiskan biaya dibandingkan dengan perkawinan sistem meminang. Dewasa ini perkawinan Ngelayat atau Ngerorod ini sudah banyak ditinggalkan. Masyarakat kini merasa malu kalau keluarganya menempuh kawin lari, kacuali karena faktor-faktor tertentu terutama menyangkut harga diri seseorang yang masih ditutupi oleh kabut feodalisme.


3) Nyentana/Nyeburin. Nyentana dipandang lebih terhormat dibandingkan dengan Nyeburin. Kedua jenis perkawinan ini merupakan kebalikan dari sistem perkawinan yang umum, utamanya menyangkut status mempelai laki-laki. Dalam kedua jenis perkawinan ini, mempelai laki-laki tinggal di rumah asal mempelai perempuan dan statusnya sebaagai status mempelai perempuan utamanya menyangkut waris dan kewajiban memelihara pura keluarga mempelai perempuan. Dalam perkawinan Nyentana, keluarga mempelai perempuan meminang calin mempelai laki-laki, sedang dalam Nyeburin, mempelai laki-laki datang ke rumah mempelai perempuan untuk mengikuti upacara perkawinan. Kedua jenis perkawinan di atas umum dilakukan di Kabupaten Tabanan, Bali walaupun di keluarga mempelai wanita terdapat saudara-saudaranya yang laki-laki sebagai pelanjut keturunan keluarga itu.
Simpulan

Dari uraian tersebut di atas dapat ditarik simpulan sebagai berikut:

1) Perempuan Hindu menurut Veda dan Susastra Hindu memiliki kedudukan yang tinggi, terhormat, sebagai sarjana, dapat memimpin pasukan ke medan perang, sebagai guru, sebagai ibu atau calon ibu yang akan melahirkan putra suputra, perwira dan berbudhi pekerti yang luhur.

2) Perkawinan dalam perspektif Hindu mengandung makna untuk secara sempurna melaksanakan ajaran agama (dharma), melahirkan putra suputra dan berbudi pekerti yang luhur, serta memuskan dorongan nafsu seksual sesuai dengan ajaran agama dan hukum yang berlaku.

3) Azas perkawinan Hindu adalah monogami, dengan sistem perkawinan laki-laki sebagai kepala rumah tangga (patriarchat) dalam keadaan seseorang tidak memiliki anak laki-laki, anak perempuan dapat distatuskan sebagai purusa (laki-laki) untuk melanjutkan keturunan, pemeliharaan tempat suci keluarga dan pewarisan.

Kamis, 13 Mei 2010

Kenapa Orang Jepang, Korea dan China bisa sukses

prinsip hidup orang jepang cina dan korea yang membuat mereka sukses seperti sekarang
mungkin kita bisa belajar sama mereka..


1. Jepang
Pilar utama nilai-nilai budaya Jepang dikenal dengan wa (harmoni), kao (reputasi), dan omoiyari (loyalitas).

Konsepsi wa mengandung makna mengedepankan semangat teamwork, menjaga hubungan baik, dan menghindari ego individu

kao berarti wajah. Wajah merupakan cermin harga diri, reputasi, dan status sosial. Masyarakat Jepang pada umumnya menghindari konfrontasi dan kritik terbuka secara langsung. Membuat orang lain ‘’kehilangan muka’’ merupa
kan tindakan tabu dan dapat menyebabkan keretakan dalam hubungan bisnis

Sedangkan omoiyari berarti sikap empati dan loyalitas. Spirit omoiyari menekankan pentingnya membangun hubungan yang kuat berdasarkan kepercayaan dan kepentingan bersama dalam jangka panjang.

Kaizen merupakan istilah bahasa jepang terhadap continous improvement
kai berarti perubahan zen berarti baik.
jadi kaizen berarti melakukan perubahan agar lebih baik secara terus menerus

Bushido Adalah kode Atau prinsip yg Dianut Oleh Para samurai jepang.
prinsip bushido Menekankan pada kehormatan, keberanian dan kesetian kepada atasan. melebihi apapun. pejuang samurai Yang Ideal adalah mereka Yang tidak mempunyai Rasa takut terhadap kematian tetapi mereka Takut jika tugas yang mereka Emban tidak Berhasil

Makoto berarti bersungguh Sungguh dengan selalu berkata dan bertindak Jujur dengan tidak berlaku curang baik kepada kawan maupun lawan

Definisi harfiah Genchi Genbutsu dari bahasa Jepang adalah `go and see the problem`. Genchi genbutsu bukan sekadar teori, melainkan lebih menekankan pada praktek dimana kita harus langsung mendatangi masalah untuk mengetahui masalah tersebut

Hansei, Dalam bahasa Jepang , hansei berarti perenungan
Dalam manajemen bisnis, hansei berarti peninjauan ulang secara cermat yang dilakukan setelah tindakan diambil.
Tidak perduli hasil akhirnya sukses atau gagal, mereka tetap harus meninjau hasilnya
Hansei berlawanan dengan pola pikir KALAU TIDAK RUSAK BUAT APA DIPERBAIKI.
Kebanyakan kita masih menunggu rusak baru diperbaiki…


2. KOREA

Koenchanayo yg artinya toleransi Dan menghargai orang lain

Kibun berarti menghormati orang lain dan Menghindari segala. tindakan yang bisa Menyebabkan Orang lain Kehilangan Muka

Inhwa berarti pendekatan korea Terhadap Keharmonisan Dalam kultur bisnis korea
hal ini Tercermin Dalam Rasa setia terhadap perusahaan

Hahn Berarti energi hidup Untuk mengejar pendidikan dan Melakukan pengorbanan diri. demi menigkatkan kesejahteraan keluarga Dan negara

Jeong Do Management Merupakan Acuan Filosofi Bagi LG
Senantiasa Mnyediakan nilai tmbah Bagi Konsumen Dengan Selalu Melakukan inovasi berkelanjutan


3. CHINA


Cina menganut Confucianism menjadi maju karena ajarannya yang tak menyukai kekerasan. Salah satu hal penting yang diajarkan ialah : “ Janganlah berbuat sesuatu yang kau tak inginkan orang berbuat kepadamu ! “ Ini jelas sekali bahwa kalau kita tak menyukai orang lain memaksakan kehendaknya kepada kita, janganlah kita memakai kekerasan
kepada orang lain. Ajaran penting lainnya ialah : “ Selalu hormatilah orang yang lebih tua, lebih-lebih orang tuamu.
prinsip lainnya. Adalah “ Kalau kamu hidup mampu, jangan sampai saudara-saudaramu hidup berkekurangan ! “ Itulah salah satu prinsip yang menyebabkan keluarga
keturunan Cina selalu memperhatikan saudara-saudara, jadi kalau yang satu kaya akan membantu yang kekurangan : memberikan pekerjaan, membantu dengan
moril dan financial

guanxi dapat diartikan cerdik memanfaatkan jaringan Sebagai contoh, tidak punya uang untuk beli barang dagangan, bisa dilakukan dengan meminjam barang dagangan milik saudara. Laku baru bayar atau konsinyasi. Kalau tidak punya pemasok cukup meminta jaminan dari relasi yang punya pemasok. Untuk itu mereka berupaya membangun kepercayaan supaya bisa langgeng.

Shinyung adalah sikap saling mempercayai antar sesama

Jumat, 07 Mei 2010

Makna Hari Raya Galungan

Galungan adalah hari raya suci Hindu yang jatuh pada Buda Kliwon Dungulan berdasarkan hitungan waktu bertemu sapta wara dan panca wara. Umat Hindu dengan penuh rasa bhakti melaksanakan rangkaian hari raya suci Galungan dan Kuningan dengan ritual keagamaan. [ Oleh : I Nyoman Dayuh, (UNHI - Dps)]

Menurut lontar Purana Bali Dwipa disebutkan :

"Punang aci galungan ika ngawit bu, ka, dungulan sasih kacatur tanggal 25, isaka 804, bangun indra bhuwana ikang bali rajya".


Artinya:

"Perayaan hari raya suci Galungan pertama adalah pada hari Rabu Kliwon, wuku Dungulan sasih kapat tanggal 15 (purnama) tahun 804 saka, keadaan pulau Bali bagaikan lndra Loka".
Mulai tahun saka inilah hari raya Galungan terus dilaksanakan, kemudian tiba-tiba Galungan berhenti dirayakan entah dasar apa pertimbangannya, itu terjadi pada tahun 1103 saka saat Raja Sri Eka Jaya memegang tampuk pemerintahan sampai dengan pemerintahan Raja Sri Dhanadi tahun 1126 saka Galungan tidak dirayakan. Dan akhirnya Galungan baru dirayakan kembali pada saat Raja Sri Jaya Kasunu memerintah, merasa heran kenapa raja dan para pejabat yang memerintah sebelumnya selalu berumur pendek. Untuk mengetahui sebabnya beliau bersemedi dan mendapatkan pawisik dari Dewi Durgha menjelaskan pada raja, leluhumya selalu berumur pendek karena tidak merayakan Galungan, oleh karena itu Dewi Durgha meminta kembali agar Galungan dirayakan kembali sesuai dengan tradisi yang berlaku dan memasang penjor.
Macam - Macam Galungan

A. Galungan

Di dalam lontar Sundarigama menyebutkan pada Buda Kliwon wuku Dungulan disebut hari raya Galungan.

B. Galungan Nadi

Apabila Galungan jatuh pada bulan Purnama disebut Galungan Nadi, umat Hindu melaksanakan tingkatan upacara yang lebih utama. Berdasarkan Lontar Purana Bali Dwipa bahwa Galungan jatuh pada sasih kapat (kartika) tanggal 15 (purnama) tahun 804 saka Bali bagaikan lndra Loka ini menandakan betapa meriahnya dan sucinya hari raya itu.

C. Galungan Naramangsa.

Dalam Lontar Sanghyang Aji Swamandala mengenai Galungan Naramangsa disebutkan apabila Galungan jatuh pada Tilem Kapitu dan sasih Kasanga rah 9, tengek 9, tidak dibenarkan merayakan hari raya Galungan dan menghaturkan sesajen berisi tumpeng seyogyanya umat mengadakan caru berisi nasi cacahan dicampur ubi keladi, bila melanggar akan diserbu oleh Balagadabah.

Rangkaian Hari Raya Galungan dan Kuningan

Persiapan perayan hari raya Galungan dimulai sejak Tumpek Wariga disebut juga Tumpek Bubuh, pada hari ini umat memohon kehadapan Sanghyang Sangkara, Dewanya tumbuh tumbuhan agar Beliau menganugrahkan supaya hasil pertanian meningkat. Setelah itu wrespati Sungsang adalah hari Sugihan Jawa merupakan pensucian bhuwana agung dilaksanakan dengan menghaturkan pesucian mererebu di Merajan, pekarangan, rumah serta menyucikan alat-alat untuk hari raya Galungan. Besoknya Sukra Kliwon Sungsang disebut hari Sugihan Bali, pada hari ini kita melaksanakan penyucian bhuwana alit, mengheningkan pikiran agar hening, heneng dan metirta gocara. Selanjutnya Redite Paing Dungulan disebut penyekeban.

Pada hari ini adalah hari turunnya Sang Kala Tiga Wisesa, maka pada hari ini para wiku dan widnyana meningkatkan pengendalian diri (anyekung adnyana). Besoknya Soma Pon Dungulan disebut penyajaan pada hari ini tetap menguji keteguhan sebagai bukti kesungguhan melakukan peningkatan kesucian diri seperti yoga semadi. Selanjutnya Anggara Wage Dungulan disebut penampahan melakukan bhuta yadnya ring catur pate atau lebuh di halaman rumah, agar tidak diganggu Sang Kala Tiga Wisesa. Besoknya Buda Kliwon Dungulan disebut Hari Raya Galungan umat Hindu melakukan pemujaan kepada Tuhan dengan segala manifestasi-Nya. Wrespati Umanis Dungulan disebut Manis Galungan, umat saling kunjung-mengunjungi dan maaf-memaafkan. Selanjutnya Saniscara Pon Dungulan disebut pemaridan guru pada hari ini umat melaksanakan tirta gocara, Redite Wage Kuningan disebut ulihan kembalinya Dewa dan Pitara kekahyangan.

Selanjutnya Soma Kliwon Kuningan disebut Pemacekan Agung Dewa beserta pengiringnya kembali dan sampai ketempat masing-masing. Sukra Wage Kuningan disebut Penampahan Kuningan adalah persiapan untuk menyambut hari Raya Kuningan. Besoknya Saniscara Kliwon Kuningan hari Raya Kuningan, pada hari ini umat Hindu memuja Tuhan dengan segala manifestasinya. Upacara menghaturkan saji hendaknya.dilaksanakan jangan sampai lewat tengah hari, mengapa ? Karena pada tengah hari para Dewata diceritakan kembali ke swarga. Kemudian yang paling akhir dari rangkaian hari raya Galungan yaitu Buda Kliwon Pahang disebut pegat uwakan akhir dari pada melakukan peberatan Galungan sebagai pewarah Dewi Durga kepada Sri Jaya Kasunu ditandai dengan mencabut penjor kemudian dibakar, abunya dimasukkan kedalam bungkak gading ditanam di pekarangan.
Makna Hari Raya Galungan dan Kuningan

Dharma dan Adharma Pada hari raya suci Galungan dan Kuningan umat Hindu secara ritual dan spiritual melaksanakannya dengan suasana hati yang damai. Pada hakekatnya hari raya suci Galungan dan Kuningan yang telah mengumandang di masyarakat adalah kemenangan dharma melawan adharma. Artinya dalam konteks tersebut kita hendaknya mampu instrospeksi diri siapa sesungguhnya jati diri kita, manusia yang dikatakan dewa ya, manusa ya, bhuta ya itu akan selalu ada dalam dirinya. Bagaimana cara menemukan hakekat dirinya yang sejati?, "matutur ikang atma ri jatinya" (Sanghyang Atma sadar akan jati dirinya).

Hal ini hendaknya melalui proses pendakian spiritual menuju kesadaran yang sejati, seperti halnya hari Raya Galungan dan Kuningan dari hari pra hari H, hari H dan pasca hari H manusia bertahan dan tetap teguh dengan kesucian hati digoda oleh Sang Kala Tiga Wisesa, musuh dalam dirinya, di dalam upaya menegakkan dharma didalam dirinya maupun diluar dirinya. Sifat-sifat adharma (bhuta) didalam dirinya dan diluar dirinya disomya agar menjadi dharma (Dewa), sehingga dunia ini menjadi seimbang (jagadhita). Dharma dan adharma, itu dua kenyataan yang berbeda (rwa bhineda) yang selalu ada didunia, tapi hendaknyalah itu diseimbangkan sehingga evolusi didunia bisa berjalan.

Kemenangan dharma atas adharma yang telah dirayakan setiap Galungan dan Kuningan hendaknyalah diserap dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Dharma tidaklah hanya diwacanakan tapi dilaksanakan, dalam kitab Sarasamuccaya (Sloka 43) disebutkan keutamaan dharma bagi orang yang melaksanakannya yaitu :

"Kuneng sang hyang dharma, mahas midering sahana, ndatan umaku sira, tan hanenakunira, tan sapa juga si lawanikang naha-nahan, tatan pahi lawan anak ning stri lanji, ikang tankinawruhan bapanya, rupaning tan hana umaku yanak, tan hana inakunya bapa, ri wetnyan durlaba ikang wenang mulahakena dharma kalinganika".

Artinya:
Adapun dharma itu, menyelusup dan mengelilingi seluruh yang ada, tidak ada yang mengakui, pun tidak ada yang diakuinya, serta tidak ada yang menegur atau terikat dengan sesuatu apapun, tidak ada bedanya dengan anak seorang perempuan tuna susila, yang tidak dikenal siapa bapaknya, rupa-rupanya tidak ada yang mengakui anak akan dia, pun tidak ada yang diakui bapa olehnya, perumpamaan ini diambil sebab sesungguhnya sangat sukar untuk dapat mengetahui dan melaksanakan dharma itu.

Di samping itu pula dharma sangatlah utama dan rahasia, hendaknyalah ia dicari dengan ketulusan hati secara terus-menerus. Sarasamuccaya (sloka 564) menyebutkan :

"Lawan ta waneh, atyanta ring gahana keta sanghyang dharma ngaranira, paramasuksma, tan pahi lawan tapakning iwak ring wwai, ndan pinet juga sire de sang pandita, kelan upasama pagwan kotsahan".

Artinya:

Lagi pula terlampau amat mulia dharma itu, amat rahasia pula, tidak bedanya dengan jejak ikan didalam air, namun dituntut juga oleh sang pandita dengan ketenangan, kesabaran, keteguhan hati terus diusahakan.

Demikianlah keutamaan dharma hendaknyalah diketahui, dipahami kemudian dilaksanakan sehingga menemukan siapa sesungguhnya jati diri kita. (WHD No. 436 Juni 2003).